Rabu, 21 Januari 2009

Jalan Menuju Qana'ah

Qana'ah (rela dan menerima pemberian Allah subhanahu wata´ala apa adanya) adalah sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan, kecuali bagi siapa yang diberikan taufik dan petunjuk serta dijaga oleh Allah dari keburukan jiwa, kebakhilan dan ketamakannya. Karena manusia diciptakan dalam keadan memiliki rasa cinta terhadap kepemilikan harta.


Namun meskipun demikian kita dituntut untuk memerangi hawa nafsu supaya bisa menekan sifat tamak dan membimbingnya menuju sikap zuhud dan qana'ah. Berikut ini beberapa kiat menuju qana'ah yang jika kita laksanakan maka dengan izin Allah seseorang akan dapat merealisasikan nya. Di antaranya yaitu:

1. Memperkuat Keimanan kepada Allah subhanahu wata´ala.

Juga membiasakan hati untuk menerima apa adanya dan merasa cukup terhadap pemberian Allah subhanahu wata´ala, karena hakikat kaya itu ada di dalam hati. Barangsiapa yang kaya hati maka dia mendapatkan nikmat kebahagiaan dan kerelaan meskipun dia tidak mendapatkan makan di hari itu.

Sebaliknya siapa yang hatinya fakir maka meskipun dia memilki dunia seisinya kecuali hanya satu dirham saja, maka dia memandang bahwa kekayaannya masih kurang sedirham, dan dia masih terus merasa miskin sebelum mendapatkan dirham itu.

2. Yaqin bahwa Rizki Telah Tertulis.

Seorang muslim yakin bahwa rizkinya sudah tertulis sejak dirinya berada di dalam kandungan ibunya. Sebagaimana di dalam hadits dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu `anhu, disebutkan sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam di antaranya, "Kemudian Allah mengutus kepadanya (janin) seorang malaikat lalu diperintahkan menulis empat kalimat (ketetapan), maka ditulislah rizkinya, ajalnya, amalnya, celaka dan bahagianya." (HR. al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Seorang hamba hanya diperintah kan untuk berusaha dan bekerja dengan keyakinan bahwa Allah subhanahu wata´ala yang memberinya rizki dan bahwa rizkinya telah tertulis.

3. Memikirkan Ayat-ayat al-Qur'an yang Agung.

Terutama sekali ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah rizki dan bekerja (usaha). `Amir bin Abdi Qais pernah berkata, "Empat ayat di dalam Kitabullah apabila aku membacanya di sore hari maka aku tidak peduli atas apa yang terjadi padaku di sore itu, dan apabila aku membacanya di pagi hari maka aku tidak peduli dengan apa aku akan berpagi-pagi, (yaitu) :

"Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat,maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Fathiir:2)

"Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki- Nya di antara hamba-hamba- Nya." (QS.Yunus:107)

"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." (QS. Huud:6)

"Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan." (QS. ath-Thalaq:7)

4. Ketahui Hikmah Perbedaan Rizki

Di antara hikmah Allah subhanahu wata´ala menentu kan perbedaan rizki dan tingkatan seorang hamba dengan yang lainnya adalah supaya terjadi dinamika kehidupan manusia di muka bumi, saling tukar manfaat, tumbuh aktivitas perekonomian, serta agar antara satu dengan yang lainnya saling memberi kan pelayanan dan jasa.

Allah subhanahu wata´ala berfirman,

"Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentu kan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (QS. az-Zukhruf:32)

"Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu." (QS.Al an'am 165)

5. Banyak Memohon Qana'ah kepada Allah

Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam adalah manusia yang paling qana'ah, ridha dengan apa yang ada dan paling banyak zuhudnya. Beliau juga seorang yang paling kuat iman dan keyakinannya, namun demikian beliau masih meminta kepada Allah subhanahu wata´ala agar diberikan qana'ah, beliau bedoa,

"Ya Allah berikan aku sikap qana'ah terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik." (HR al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi)

Dan karena saking qana'ahnya, beliau tidak meminta kepada Allah subhanahu wata´ala kecuali sekedar cukup untuk kehidupan saja, dan meminta disedikitkan dalam dunia (harta) sebagaimana sabda beliau, "Ya Allah jadikan rizki keluarga Muhammad hanyalah kebutuhan pokok saja." (HR. Al-Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi)

6. Menyadari bahwa Rizki Tidak Diukur dengan Kepandaian

Kita harus menyadari bahwa rizki seseorang itu tidak tergantung kepada kecerdasan akal semata, kepada banyaknya aktivitas, keluasan ilmu, meskipun dalam sebagiannya itu merupakan sebab rizki, namun bukan ukuran secara pasti.

Kesadaran tentang hal ini akan menjadikan seseorang bersikap qana'ah, terutama ketika melihat orang yang lebih bodoh, pendidikannya lebih rendah dan tidak berpengalaman mendapatkan rizki lebih banyak daripada dirinya, sehingga tidak memunculkan sikap dengki dan iri.

7. Melihat ke Bawah dalam Hal Dunia

Dalam urusan dunia hendaklah kita melihat kepada orang yang lebih rendah, jangan melihat kepada yang lebih tinggi, sebagaimana sabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam,
"Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kamu dan janganlah melihat kepada orang yang lebih tinggi darimu. Yang demikian lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah." (HR.al-Bukhari dan Muslim)

Jika saat ini anda sedang sakit maka yakinlah bahwa selain anda masih ada lagi lebih parah sakitnya. Jika anda merasa fakir maka tentu di sana masih ada orang lain yang lebih fakir lagi, dan seterusnya. Jika anda melihat ada orang lain yang mendapatkan harta dan kedudukannya lebih dari anda, padahal dia tidak lebih pintar dan tidak lebih berilmu dibanding anda, maka mengapa anda tidak ingat bahwa anda telah mendapatkan sesuatu yang tidak dia dapatkan?

8. Membaca Kehidupan Salaf

Yakni melihat bagaimana keadaan mereka dalam menyikapi dunia, bagaimana kezuhudan mereka, qana'ah mereka terhadap yang mereka peroleh meskipun hanya sedikit. Di antara mereka ada yang memperolah harta yang melimpah, namun mereka justru memberikannya kepada yang lain dan yang lebih membutuhkan.

9. Menyadari Beratnya Tanggung Jawab Harta

Bahwa harta akan mengakibatkan keburukan dan bencana bagi pemilik nya jika dia tidak mendapatkan nya dengan cara yang baik serta tidak membelanjakannya dalam hal yang baik pula.

Ketika seorang hamba ditanya tantang umur, badan, dan ilmunya maka hanya ditanya dengan satu pertanyaan yakni untuk apa, namun tentang harta maka dia dihisab dua kali, yakni dari mana memperoleh dan ke mana membelanjakannya. Hal ini menunjukkan beratnya hisab orang yang diberi amanat harta yang banyak sehingga dia harus dihisab lebih lama dibanding orang yang lebih sedikit hartanya.

10. Melihat Realita bahwa Orang Fakir dan Orang Kaya Tidak Jauh Berbeda.

Karena seorang yang kaya tidak mungkin memanfaatkan seluruh kekayaannya dalam satu waktu sekaligus. Kita perhatikan orang yang paling kaya di dunia ini, dia tidak makan kecuali sebanyak yang dimakan orang fakir, bahkan mungkin lebih banyak yang dimakan orang fakir. Tidak mungkin dia makan lima puluh piring sekaligus, meskipun dia mampu untuk membeli dengan hartanya. Andaikan dia memiliki seratus potong baju maka dia hanya memakai sepotong saja, sama dengan yang dipakai orang fakir, dan harta selebihnya yang tidak dia manfaatkan maka itu relatif (nisbi).

Sungguh indah apa yang diucapkan Abu Darda´ radhiyallahu `anhu, "Para pemilik harta makan dan kami juga makan, mereka minum dan kami juga minum, mereka berpakaian kami juga berpakaian, mereka naik kendaraan dan kami pun naik kendaraan. Mereka memiliki kelebihan harta yang mereka lihat dan dilihat juga oleh selain mereka, lalu mereka menemui hisab atas harta itu sedang kita terbebas darinya."

Sumber : "Al-Qana´ah, mafhumuha, manafi´uha, ath-thariq ilaiha," hal 24-30, Ibrahim bin Muhammad al-Haqiil. [alsofwa]

Posted by : Drs. H. Umar Hapsoro Ishak

Senin, 19 Januari 2009

Membantu Korban Banjir


Kegiatan Musholla Nurul Huda
Membantu Korban Bajir

H
ari Ahad (minggu, 18 Januari 2009), Jamaah Musholla Nurul Huda kelihatan sibuk menyusun dan mendata sumbangan-sumbangan yang masuk di sekretariat Musholla, berupa sembako yang selanjutnya akan disalurkan untuk membantu korban banjir di wilayah Kel. Bukit Duri, dan di wilayah Rw. 03 Kel. Kebon Baru, Kec. Tebet, Jakarta Selatan.


Dipimpin oleh Ustd. Drs. H. Ahmad Fuad Hasan (Wk. Ketua Musholla Nurul Huda), yang kebetulan juga sebagai Ketua Rw. 02 Kel. Menteng Dalam, didampingi Sekretaris Pengurus Mushola Bpk. Agus Surahman, dan Bpk. M. Iman (Wk. Ketua Rw. 02), beserta ketua-ketua Rt. di lingkungan Rw. 02, a.l ; M. Yazid (Ketua Rt.01), M. Yunus (Ketua Rt. 04), Safarudin Ahmad (Ketua Rt. 06, M. Syahri (Ketua Rt. 07), Abdullah AR (Ketua Rt.08), Agus Surahman (Ketua Rt.09), Ahmad Sofyan (Ketua Rt. 10), bersama pengurus dan sebagian jamaah Nurul Huda, menyalurkan sembako yang berhasil dikumpulkan ke wilayah-wilayah korban bajir di lingkungan Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.

Kegiatan ini telah menjadi agenda rutin, yang hampir setiap tahun dilaksanakan oleh pengurus Musholla Nurul Huda, yang bekerja-sama dengan pengurus Rw.02, Kel. Menteng Dalam, Jakarta Selatan. Dimana kegiatan kali ini juga mendapat dukungan dan apresiasi dari Lurah Menteng Dalam, yang dinilai sebagai wujud kepedulian sesama warga masyarakat, dan diharapkan dapat dijadikan contoh untuk wilayah-wilayah lain, khususnya di lingkungan Kelurahan Menteng Dalam, Jak-Sel.

Semoga segala amal kebajikan dala bentuk kepedulian warga masyarakat, khususnya Pengurus Musholla, Pengurus RW. 02, Pengurus Rt. di wilayah Rw. 02, dan partisipasi jamaah dan warga masyarakat dilingkungana Rw.02, Kel. Menteng Dalam, Jak-Sel, mendapat ganjaran dan ridho Allah SWT. Amin

Sumbet : M. Syahri - Ketua Rt. 07/02, Kel. Menteng Dalam
Posting : Drs. H. Umar Hapsoro Ishak


Minggu, 18 Januari 2009

Info Sehat ala Rasulullah SAW

Penyakit Dan Obat Dalam Sayap Lalat

(Kumpulan Artikel Islami Musholla "Nurul Huda")



Rasulullah SAW bersabda,

"Apabila seekor lalat masuk ke dalam minuman salah seorang kalian, maka celupkanlah ia, kemudian angkat dan buanglah lalatnya sebab pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap lainnya ada obatnya". (HR. Bukhari, Ibn Majah, dan Ahmad)

Dalam riwayat lain: "Sungguh pada salah satu sayap lalat ada racun dan pada sayap lainnya obat, maka apabila ia mengenai makananmu maka perhatikanlah lalat itu ketika hinggap di makananmu, sebab ia mendahulukan racunnya dan mengakhirkan obatnya". (HR. Ahmad, Ibn Majah).

Diantara mu'jizat kenabian Rasulullah dari aspek kedokteran yang harus ditulis dengan tinta emas oleh sejarah kedokteran adalah alat pembuat sakit dan alat pembuat obat pada kedua sayap lalat sudah beliau ungapkan 14 abad sebelum dunia kedokteran berbicara. Penyebutan lalat pada hadits itu adalah bahwa air tetap suci dan bersih jika dihinggapi lalat yang membawa bakteri penyebab sakit kemudian kita celupkan lalat tersebut agar sayap pembawa obat (penawarnya) pun tercelup ke air.

Percobaan ilmiah kontemporer pun sudah dilakukan untuk mengungkapkan rahasia di balik hadits ini. Bahwasannya ada kekhususan pada salah salah satu sayapnya yang sekaligus menjadi penawar atau obat terhadap bakteri yang berada pada sayap lainnya. Oleh karena itu, apabila seekor lalat dicelupkan ke dalam air keseluruhan badannya, maka bakteri yang ada padanya akan mati, dan hal ini cukup untuk menggagalkan "usaha lalat" dalam meracuni manusia, sebagaimana hal ini pun telah juga ditegaskan secara ilmiah. Yaitu bahwa lalat memproduksi zat sejenis enzim yang sangat kecil yang dinamakan Bakter Yofaj, yaitu tempat tubuhnya bakteri. Tempat ini menjadi tumbuhnya bakteri pembunuh dan bakteri penyembuh yang ukurannya sekitar 20:25 mili mikron. Maka jika seekor lalat mengenai makanan atau minuman, maka harus dicelupkan keseluruhan badan lalat tersebut agar keluar zat penawar bakteri tersebut.

Pengetahuan ini sudah dikemukakan oleh Nabi kita Muhammad sallallahu 'alaihi wasallam dengan gambaran yang menakjubkan bagi siapapun yang menolak hadits tentang lalat tersebut.

Dr. Amin Ridha, Dosen Penyakit Tulang di Jurusan Kedokteran Univ. Iskandariyah, bersama tim-nya telah melakukan penelitian yang mendalam dalam rentang waktu yang cukup lama dan menyeluruh tentang "hadits lalat ini", mereka menemukan dan menegaskan bahwa di dalam rujukan-rujukan kedokteran masa silam ada penjelasan tentang berbagai penyakit yang disebabkan oleh lalat, dan baru di zaman sekarang ini para pakar penyakit bisa mengungkap rahasia ini. Yaitu kurang lebih 30-an tahun yang lalu mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri obat berbagai penyakit yang sudah kronis, dan pembusukan yang sudah menahun yang disebabkan oleh lalat.

Ilmu pengetahuan dalam perkembangannya telah menegaskan serta menjelaskan dalam teori ilmiah sesuai dengan kaidah-kaidah kedokteran tentang hadits yang mulia diatas. Dimana, mukjizat ini sudah dikemukakan semenjak dahulu kala, lebih kurang 14 abad yang silam sebelum para pakar kedokteran berhasil mengungkapkannya baru-baru ini dalam penelitian laboratorium yang serba modern dan canggih.

Sumber : http://www.islamicmedicine/ .org
Posting : H. Umar Hapsoro Ishak

Sabtu, 17 Januari 2009

Obat Ujub





Berkata Al-Imam Asy-Syafi’i Rahimahullah tentang obat ujub:

“Apabila kamu mengkhawatirkan ujub terhadap amalanmu, maka perhatikanlah;

1. Ridho siapa yang kamu cari?,
2. Pahala siapa yang kamu harapkan?,
3. Hukuman siapa yang kamu takutkan?,
4. Kesehatan dan nikmat mana yang kamu syukuri?, dan
5. Bencana apa yang kamu ingat?.

Sesungguhnya apabila kamu berfikir tentang salah satu dari beberapa perkara ini, pasti menjadi kecil di matamu amalanmu.”

(Ma’alim Fit Tarbiyah Wad Dakwah, Mawa’idh Al-Imam Asy-Syafi’i, Penyusun Sholih Ahmad Asy-Syami, hlm 9, Maktabah Syamilah)

Penjelasan:

Ujub adalah sifat yang tercela dan dibenci Allah, yaitu seseorang yang bangga terhadap dirinya dan amalnya.

Al-Imam Asy-Syafi’i Rahimahullah memberikan lima resep untuk mengobati sifat ujub tersebut:

▪ Dalam beramal tentu seseorang mencari ridho Allah, dan dia tidak akan mendapatkan ridho Allah apabila ujub terhadap amalnya.

▪ Dalam beramal tentu seseorang mengharapkan pahala Allah, dan dia tidak akan mendapatkan pahala Allah apabila ujub terhadap amalnya.

▪ Dalam beramal tentu seseorang mengharapkan selamat dari hukuman Allah, dan dia tidak akan selamat dari hukuman Allah apabila ujub terhadap amalnya.

▪ Semua amal kita apabila dibandingkan dengan nikmat yang diberikan Allah kepada kita tentu masih lebih banyak nikmat Allah yang kita terima yang harus kita syukuri, padahal kita tidak akan mampu mensyukuri nikmat-nikmat tersebut dengan sebenarnya. Lalu apa yang kita banggakan dari amal kita?.

▪ Berapa banyak bencana yang kita diselamatkan Allah darinya, padahal amal kita tidak seberapa dibanding bencana-bencana yang kita diselamatkan darinya. Lalu apa yang kita banggakan dari amal kita?.

Kalau kita renungkan salah satu dari lima resep tersebut pasti akan hilang dari kita sifat ujub yang tercela itu

Sumber : www.hatibening. com
Fadil Fuad Basymeleh

Merasa Selalu Diawasi Allah






Mukaddimah


Kajian kali ini sangat urgen sekali untuk direnungi sekaligus diamalkan, sebab hanya dengan begitu semua amalan kita akan dapat bernilai. Betapa tidak, bukankah ketika melakukan suatu amalan, seorang hamba selalu berharap agar diganjar oleh Allah dan dinilai-Nya ikhlash karena-Nya bila amalan itu baik dan bila amalan itu buruk, pastilah seorang hamba takut ada yang mengetahuinya. Padahal semua itu pastilah diketahui oleh Allah sebab Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Karena itu, sudah sepantasnyalah seorang hamba merasa dirinya selalu diawasi oleh Allah sehingga semua amalannya terjaga dan dijalankan dengan sebaik-baiknya. Ini semua, tentunya berkat penjagaan seorang hamba terhadap Rabbnya di mana buahnya, Rabbnya pun akan selalu menjaganya.

Naskah Hadist

Dari Ibn `Abbas RA., dia berkata, "Suatu hari aku berada di belakang Nabi SAW., lalu beliau bersabda, `Wahai Ghulam, sesungguhnya ku ingin mengajarkanmu beberapa kalimat (nasehat-nasehat) , `Jagalah Allah, pasti Allah menjagamu, jagalah Allah, pasti kamu mendapatinya di hadapanmu, bila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah dan bila kamu minta tolong, maka minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah, bahwa jikalau ada seluruh umat berkumpul untuk memberikan suatu manfa'at bagimu, maka mereka tidak akan dapat memberikannya kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan Allah atasmu, dan jikalau mereka berkumpul untuk merugikanmu (membahayakanmu) dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa melakukan itu kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan Allah atasmu. Pena-pena (pencatat) telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering." (HR. at-Turmudzy, dia berkata, `Hadits Hasan Shahih'. Hadits ini juga diriwayatkan Imam Ahmad)

Urgensi Hadits

Al-Hafizh Ibn Rajab RAH., berkata, "Hadits ini mencakup beberapa wasiat agung dan kaidah Kulliyyah (menyeluruh) yang termasuk perkara agama yang paling urgen. Saking urgennya, sebagian ulama pernah berkata, `Aku sudah merenungi hadits ini, ternyata ia begitu membuatku tercengang dan hampir saja aku berbuat sia-sia. Sungguh, sangat disayangkan sekali bila buta terhadap hadits ini dan kurang memahami maknanya." (Lihat, Jaami' al-`Uluum, Jld.I, h.483)

Kosa Kata

Makna perkataannya:
Di belakang Nabi : yakni di atas kendaraannya
Wahai Ghulam : yakni bocah yang belum mencapai usia 10 tahun
Jagalah Allah : yakni jagalah aturan-aturan- Nya (Hudud-Nya) dan komitmenlah terhadap segala perintahnya serta jauhilah segala larangannya
Pena-pena (pencatat) telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering : yakni takdir-takdir telah ditetapkan dan telah dicatat di Lauh al-Mahfuuzh

Pesan-Pesan Hadits

1. Hadits di atas menunjukkan perhatian khusus Nabi SAW., terhadap umatnya dan kerja karas beliau di dalam menumbuhkan mereka di atas `aqidah yang benar dan akhlaq mulia. Di sini (dalam hadits) beliau mengajarkan si bocah ini –yang tak lain adalah Ibn `Abbas- beberapa nasehat dalam untaian yang singkat namun padat makna.

2. Di antara isi wasiat ini adalah agar menjaga Allah Ta'ala, yaitu dengan menjaga Hudud-Nya, hak-hak, perintah-perintah dan larangan-larangan- Nya. Menjaga hal itu dapat direalisasikan dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dan tidak melanggar apa yang diperintahkan dan diizinkan-Nya dengan melakukan apa yang dilarang-Nya. Allah Ta'ala berfirman, "Inilah yang dijanjikankepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan -Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat". (Q.s.,Qaaf:32- 33)

3. Di antara hal yang terdapat perintah agar menjaganya secara khusus adalah shalat sebagaimana firman-Nya, "Jagalah segala shalat(mu), dan (jagalah) shalat Wustha". (Q.s.,al-Baqarah: 238), dan thaharah (kesucian) sebagaimana bunyi hadits Rasulullah SAW., "Beristiqamahlah (mantaplah) sebab kamu tidak akan mampu menghitung-hitung. Dan ketahuilah bahwa sebaik-baik pekerjaan kamu adalah shalat sedangkan yang bisa menjaga wudlu itu hanya seorang Mukmin." (HR.Ibn Majah). Di antaranya juga adalah sumpah sebagaimana firman-Nya, "Dan jagalah sumpahmu". (Q.s., al-Maa`idah: 89)

4. Di antara penjagaan yang diberikan oleh Allah adalah penjagaan-Nya terhadapnya di dalam kehidupan dunia dan akhirat:
a. Allah menjaganya di dunia, yaitu terhadap badannya, anaknya dan keluarganya sebagaimana firman-Nya, "Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah". (Q.s., ar-Ra'd:11). Ibn `Abbas RA., berkata, "Mereka itu adalah para malaikat yang menjaganya atas perintahAllah. Dan bila takdir telah tiba, mereka pun meninggalkannya". (Dikeluarkan oleh `Abduurrazzaq, al-Firyaaby, Ibn Jarir, Ibn al-Mundzir dan Ibn Abi Haatim sebagai yang disebutkan di dalam kitab ad-Durr al-Mantsuur, Jld.IV, h.614). Allah juga menjaganya di masa kecil, muda, kuat, lemah, sehat dan sakitnya.

b. Allah juga menjaganya di dalam agama dan keimanannya. Dia menjaganya di dalam kehidupannya dari syubhat-syubhat yang menyesatkan dan syahwat yang diharamkan.

c. Allah juga menjaganya di dalam kubur dan setelah alam kubur dari kengerian dan derita-deritanya dengan menaunginya pada hari di mana tiada naungan selain naungan-Nya

5. Di antara penjagaan Allah lainnya terhadap hamba-Nya adalah menganugerahinya ketenangan dan kemantapan jiwa sehingga dia selalu berada di dalam penyertaan khusus Allah. Mengenai hal ini, Allah berfirman ketika menyinggung tentang Musa dan Harun AS., "Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku berserta kamu berdua; Aku mendengar dan melihat". (Q.s., Thaaha:46) Demikian juga dengan yang terjadi terhadap Nabi dan Abu Bakar ash-Shiddiq saat keduanya berhijrah dan berada di gua, Rasulullah SAW., bersabda, "Apa katamu terhadap dua orang di mana Yang Ketiganya adalah Allah? Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita." (HR.Bukhari, Muslim dan at-Turmudzy)

6. Seorang Muslim wajib mengenal Allah Ta'ala, ta'at kepada-Nya dan selalu mengadakan kontak dengan-Nya dalam semua kondisinya sebab orang yang mengenal Allah di dalam kondisi sukanya, maka Allah akan mengenalnya di dalam kondisi sulitnya dan saat dia berhajat kepada-Nya

7. Terkadang ada orang yang tertipu dengan kondisi kuat, fit, muda, sehat dan kayanya namun sesungguhnya nasib orang yang demikian ini hanyalah kerugian, kesia-siaan dan celaka

8. Seorang harus selalu antusias untuk memperbanyak meminta pertolongan kepada Allah dan memohon kepada-Nya dalam semua kondisi dan situasi yang dihadapinya. Hendaklah dia tidak memohon kepada selain-Nya terhadap hal tidak ada yang mampu melakukannya selain Allah seperti meminta kepada para wali yang shalih, orang mati dan sebagainya. Allah berfirman, "Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu pula kami meminta tolong".<>> (Q.s., al-Fatihah:5)

9. Sesungguhny apa-apa yang menimpa seorang hamba di dunia, baik yang mencelakakan dirinya atau yang menguntungkannya; semuanya itu sudah ditakdirkan atasnya. Dan tidaklah menimpa seorang hamba kecuali takdir-takdir yang telah dicatatkan atasnya di dalam kitab catatan amal sekalipun semua makhluk berupaya untuk melakukannya (mencelakan dirinya atau memberikan manfa'at kepadanya). Allah berfirman, "Katakanlah, sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami". (Q.s.,at-Taubah: 51)

10. Bila seorang hamba telah mengetahui bahwa tidak akan ada yang dapat menimpanya baik berupa kebaikan, keburukan, hal yang bermanfa'at atau pun membahayakannya kecuali apa yang telah ditakdirkan oleh Allah darinya, serta mengetahui bahwa seluruh upaya yang dilakukan semua makhluk karena bertentangan dengan hal yang ditakdirkan tidak akan ada gunanya sama sekali; maka ketika itulah dia akan mengetahui bahwa hanya Allah semata Yang memberi mudlarat, Yang menjadikan sesuatu bermanfa'at, Yang Maha Memberi atau pun Menahannya. Sebagai konsekuensi dari semua itu, seorang hamba mestilah mentauhidkan Rabbnya dan menunggalkan- Nya dalam berbuat keta'atan dan menjaga Hudud-Nya.

11. Seorang Muslim harus menghadapi takdir-takdir Allah yang tidak mengenakkannya dengan penuh keridlaan dan kesabaran agar bisa meraih pahala atas hal itu. Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan diganjari pahala mereka dengan tanpa hisab (perhitungan)". (Q.s., az-Zumar:10) . Dan dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW., bersabda, "Sungguh aneh kondisi seorang Mukmin; sesungguhnya semua kondisinya adalah baik, jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur; maka itu adalah baik baginya. Dan bila ia ditimpa hal yang tidak menguntungkannya (kemudlaratan) , ia bersabar; maka itu adalah baik (pula) baginya." (HR.Muslim)

12. Seorang Muslim tidak boleh dihantui keputusasaan dan pupus harapan terhadap rahmat Allah ketika mengalami suatu problem atau musibah. Ia harus bersabar dan mengharap pahala dari Allah atas hal itu serta bercita-cita agar mendapatkan kemudahan (jalan keluar) sebab sesungguhnya kemenangan itu bersama kesabaran dan bersama kesulitan itu ada kemudahan

(SUMBER: Silsilah Manaahij Dawraat al-`Uluum asy-Syar'iyyah –al-Hadiits- Fi`ah an-Naasyi`ah, karya Prof.Dr.Faalih bin Muhammad ash-Shaghiir, h.104-109)